Siapa sih
yang ga kenal dengan nama 'Sujiwo Tejo' yg tak pernah asing di telinga dan mata
kalian? ya !! dia adalah seorang seorang budayawan Indonesia. Ia pernah
mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia
seni yang lebih disenanginya. setidaknya kalian udah pernah
membaca tulisannya tentang PANCASILA di sebuah bukunya yg berjudul 'Lupa
Endonesa'. Melalui tulisan ini saya ingin mencoba membahas (mengutip lebih
tepatnya) tentang Pancasila. Ya, dasar negara Indonesia, tapi dalam perspektif
Sang Maestro Wayang.
Di dalam
bukunya yg berjudul “Lupa Endonesa”, melalui tokoh bernama Bambungan, seorang
lulusan Teknik Mesin yang memilih bekerja menjadi pengajar Pancasila, Mbah Jiwo
mengemukakan “ruh” nya Pancasila. Tidak hanya sekedar permainan kata-kata yang
indah, tapi juga memiliki makna yang tidak bisa saya ungkapkan dengan
kata-kata. Penasaran? Silakan dilanjut membaca yo ...
Pasal Pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
berarti seluruh warga terutama
para pemimpinnya, lebih-lebih pemimpin puncanya, yakni kepala negara,
harus suwung. Suwung itu zero, tapi
bukan empty. Pemimpin hanya melekat pada Tuhan. Dia tidak melekat
pada yang lain, termasuk pada harta benda yang dimilikinya. Pemimpin boleh kaya
dan berkuasa (berisi), tapi tidak boleh mempunyai kemelekatan pada harta benda
dan kekuasaan tersebut (kosong).
Pasal
Kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
berarti manakala kemaslahatan
bersama dunia membutuhkan harta benda dan kekuasaannya, pemimpin terutama
pemimpin tertinggi yang telah suwung harus merelakannya. Ini
bagaikan Prabu Yudhistira yang bahkan merelakan darah dagingnya sendiri diiris.
Bagaikan Nabi Ibrahim yang bahkan merelakan anaknya sendiri buat disembelih.
Pasal Ketiga
Persatuan Indonesia
berarti menjaga agar Indonesia
tetap utuh, agar keanekaragaman di dunia tetap terpelihara. Tidak bisa seluruh
dunia kita jadikan satu negara dan satu bangsa. Ini akan menyalahi kodrat ilma
unsur sumber daya alam, yaitu materi, waktu, energi, ruang, dan keanekaragaman.
Sila Keempat
Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Selanjutnya hanya orang-orang
yang terbukti mampu menjaga keanekaragaman dunia melalui persatuan Indonesia
dalam ranah kemanusiaan atas dasar ketuhanan, itulah yang berhak memimpin
musyawarah mufakat. Itulah seyogianya nuansa dari sila keempat.
Sila
Kelima
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Tak boleh ada musyawarah apa pun
yang agendanya bukan untuk sila kelima. Seluruh rapat, kumpul-kumpul, yang
agendanya bukan untuk itu, dinyatakan illegal.
Begitu terperangah ketika membaca
setiap tulisan-tulisan dari beliau. kagum iya jelas, Selama menjadi warga
negara Indonesia, Sejak masuk Sekolah Dasar sampai sekarang menjadi
mahasiswa semester mau 8, saya belum pernah mendengar pemahaman Pancasila yang
begitu dalam seperti yang diutarakan oleh Mbah Jiwo. Baru sekarang saya merasa
benar-benar “berkenalan” dengan apa yang menjadi dasar negara Indonesia yang
saya cintai ini.
Akhir kata,
Kerenlah pokoknya! Mantap!