Thursday, February 13, 2014

Ketika Sujiwo Tejo bicara tentang Pancasila


Siapa sih yang ga kenal dengan nama 'Sujiwo Tejo' yg tak pernah asing di telinga dan mata kalian? ya !! dia adalah seorang seorang budayawan Indonesia. Ia pernah mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia seni yang lebih disenanginya. setidaknya kalian udah pernah membaca tulisannya tentang PANCASILA di sebuah bukunya yg berjudul 'Lupa Endonesa'. Melalui tulisan ini saya ingin mencoba membahas (mengutip lebih tepatnya) tentang Pancasila. Ya, dasar negara Indonesia, tapi dalam perspektif Sang Maestro Wayang.
Di dalam bukunya yg berjudul “Lupa Endonesa”, melalui tokoh bernama Bambungan, seorang lulusan Teknik Mesin yang memilih bekerja menjadi pengajar Pancasila, Mbah Jiwo mengemukakan “ruh” nya Pancasila. Tidak hanya sekedar permainan kata-kata yang indah, tapi juga memiliki makna yang tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Penasaran? Silakan dilanjut membaca yo ...


Pasal Pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa
berarti seluruh warga terutama para pemimpinnya, lebih-lebih pemimpin puncanya, yakni kepala negara, harus suwungSuwung itu zero, tapi bukan empty. Pemimpin hanya melekat pada Tuhan. Dia tidak melekat pada yang lain, termasuk pada harta benda yang dimilikinya. Pemimpin boleh kaya dan berkuasa (berisi), tapi tidak boleh mempunyai kemelekatan pada harta benda dan kekuasaan tersebut (kosong).

Pasal Kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
berarti manakala kemaslahatan bersama dunia membutuhkan harta benda dan kekuasaannya, pemimpin terutama pemimpin tertinggi yang telah suwung harus merelakannya. Ini bagaikan Prabu Yudhistira yang bahkan merelakan darah dagingnya sendiri diiris. Bagaikan Nabi Ibrahim yang bahkan merelakan anaknya sendiri buat disembelih.

Pasal Ketiga
Persatuan Indonesia 
berarti menjaga agar Indonesia tetap utuh, agar keanekaragaman di dunia tetap terpelihara. Tidak bisa seluruh dunia kita jadikan satu negara dan satu bangsa. Ini akan menyalahi kodrat ilma unsur sumber daya alam, yaitu materi, waktu, energi, ruang, dan keanekaragaman.

Sila Keempat
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Selanjutnya hanya orang-orang yang terbukti mampu menjaga keanekaragaman dunia melalui persatuan Indonesia dalam ranah kemanusiaan atas dasar ketuhanan, itulah yang berhak memimpin musyawarah mufakat. Itulah seyogianya nuansa dari sila keempat.

Sila Kelima
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Tak boleh ada musyawarah apa pun yang agendanya bukan untuk sila kelima. Seluruh rapat, kumpul-kumpul, yang agendanya bukan untuk itu, dinyatakan illegal.

Begitu terperangah ketika membaca setiap tulisan-tulisan dari beliau. kagum iya jelas, Selama menjadi warga negara Indonesia, Sejak masuk Sekolah Dasar sampai sekarang menjadi mahasiswa semester mau 8, saya belum pernah mendengar pemahaman Pancasila yang begitu dalam seperti yang diutarakan oleh Mbah Jiwo. Baru sekarang saya merasa benar-benar “berkenalan” dengan apa yang menjadi dasar negara Indonesia yang saya cintai ini.
Akhir kata,
Kerenlah pokoknya! Mantap!

  

Saturday, February 1, 2014

Melihat Dunia dengan Pikiran

Sejenak terlintas dalam angan singkat dalam sebuah pertanyaan sederhana, “pernahkah kita bertanya pada pikiran sendiri ?” diriku menjawab agak setengah berpikir “ya, sering bahkan hampir setiap melihat obyek dengan sekantung pertanyaan, ya mungkin”. Setiap orang pasti sependapat denganku tapi dengan pikiran masing-masing dengan penafsiran yang berbeda-beda pula. Menurutku arti kata berpikir yaitu diam sambil menyusun kata-kata di dalam otak masing-masing dan didukung oleh tangan yang memegangi kepala dengan mata agak kurang fokus :D. coba saja diam sejenak, pasti akan berpikir tentang sesuatu walaupun itu gak terlalu amat penting untuk dipikirkan. secanggih-canggihnya computer sampai yang menggunakan VGA paling mutakhir pun tetap saja tidak dapat berpikir sendiri, namun sebodoh-bodohnya manusia masih bisa berpikir.
Dunia memang indah bila dengan mata, tapi tanpa pikiran, dunia tidak akan bisa bicara (menurutku sih :D). maksudnya bila hanya melihat tapi tidak dipikirkan bagaimana bisa membentuk sebuah kalimat?.manusia secara pikiran mempunyai dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia angan (imajinasi) yang kurang bisa dimengerti. Dengan pikiran, saya bisa melihat kedua dunia tersebut, tapi tidak untuk mata. Di sisi lain, dunia imajinasi saya anggap sebagai ajang pemanasan sebelum terjun ke dunia sebenarnya atau dengan kata lain, diriku menggunakan pikiran untuk menjalankan alur cerita di dalam dunia imajinasi. Jika alur cerita dalam dunia imajinasi ku tidak melenceng dari naskah, saya mencoba mengkolaborasikan mata dan pikiranku untuk mempersepsikan dalam dunia nyata (real world).terkadang setiap tulisan yang saya baca bisa menjalankan setiap scene dalam dunia imajinasiku. Seperti halnya saya belajar renang sebelum melakukan kegiatan dayung atau rafting, jika saya jatuh perahu, setidaknya saya sudah belajar renang agar tidak tenggelam nantinya.
Berpikir itu luas, bahkan bisa sampai di pinggiran Galaksi Bimasakti, bahkan bisa lebih. Berimajinasi itu luas, tapi dengan pikiran kita membatasinya. Pikiran mungkin hanya sebatas membuat tulisan terhadap obyek apa yang direspon oleh mata dan akan dikembangkan lagi obyek tersebut tapi hanya bebrapa tulisan dalam bentuk angan. Jadi apa yang ditulisakan hanya yang ‘berpikir’ itu yang mengerti maksudnya. Rangkaian kata yang diolah oleh pikiran mungkin masih kurang sistematis atau masih acak. Bibir sebagai filter kalimat sebelum terlontar ke udara dan mampir-mapir ke telinga pendengar. So, kalian ada karna kalian berpikir :D