Monday, July 11, 2016

Ketika Mata dan Pikiranku Tak Selaras



Oohhh tidak.. teringat ketika semasa kecilku disuruh Ibu Guru TK untuk menyanyikan lagu bintang kecil ciptaan Ibu Meinar Louise. Sangat malu bernyanyi dihadapan puluhan kawan TK ku dulu, memang dari dulu orangnya agak pemalu. Ya.. secara lisan saya emang pemalu dan sampai saat ini pun masih pemalu, apalagi untuk mengungkapkan sesuatu kepada dirimu, Oke skip. “Bintang kecil di langit yang biru amat banyak menghias angkasa..” begitulah penggalan liriknya. Semenjak masih kanak-kanak saya mengartikan bintang itu memang kecil, tetapi setelah beranjak besar pandanganku mulai berbeda. Karena aspek logika selalu mambayangiku semasa kecil. Contoh nyata berlogika lainnya adalah ketika sedang menonton film kartun dan sangat meresapinya.
      Pertanyaan “bintang itu besar atau kecil” seketika berubah menjadi pernyataan dalam aspek imajinasi dan logika hingga sampai dewasa ini. Bintang itu besar auat kecil? di sinilah letak pikiran dan mata akan saling beradu jika belum menengok secara langsung keberadaan bintang yang sebenarnya. Hal ini memang sepele, tapi bagiku begitu menyenangkan untuk dinyatakan. Pikiranku berpendapat bahwa bintang itu sangat besar. Karena pikiranku sudah terpengaruh oleh beberapa media yang mengatakan demikian. Saya dari dulu memang suka menonton tayangan dokumenter tentang luar angkasa apalagi documenter milik National Geographic, dalam tayangan tersebut mengatakan bahwa bintang itu besar dan diperjelas dengan menambahkan ukurannya yang membuat saya lebih yakin. Sedangkan, mataku berpendapat bahwa yang kulihat sebenarnya bintang itu kecil yang bercahaya.  
     Keyakinan selalu meletakan anggapan bahwa setiap keputusan yang disertai dengan prinsip itu benar terhadap obyek atau melihat sebuah kebiasaan (realita), dan yakin tersebut bersifat kurang permanen sehingga dapat menjadi sebuah keraguan. Jadi, setiap yang kita pandang itu belum tentu dapat dijangkau oleh pikiran. Oleh sebab inilah Tuhan menciptakan sifat keraguan.