Oohhh
tidak.. teringat ketika semasa kecilku disuruh Ibu Guru TK untuk
menyanyikan lagu bintang kecil ciptaan Ibu Meinar Louise. Sangat malu bernyanyi
dihadapan puluhan kawan TK ku dulu, memang dari dulu orangnya agak pemalu. Ya..
secara lisan saya emang pemalu dan sampai saat ini pun masih pemalu, apalagi
untuk mengungkapkan sesuatu kepada dirimu, Oke skip. “Bintang kecil di langit
yang biru amat banyak menghias angkasa..” begitulah penggalan liriknya.
Semenjak masih kanak-kanak saya mengartikan bintang itu memang kecil, tetapi
setelah beranjak besar pandanganku mulai berbeda. Karena aspek logika selalu
mambayangiku semasa kecil. Contoh nyata berlogika lainnya adalah ketika sedang
menonton film kartun dan sangat meresapinya.
Pertanyaan “bintang itu besar atau kecil” seketika berubah menjadi pernyataan
dalam aspek imajinasi dan logika hingga sampai dewasa ini. Bintang itu besar
auat kecil? di sinilah letak pikiran dan mata akan saling beradu jika belum
menengok secara langsung keberadaan bintang yang sebenarnya. Hal ini memang
sepele, tapi bagiku begitu menyenangkan untuk dinyatakan. Pikiranku berpendapat
bahwa bintang itu sangat besar. Karena pikiranku sudah terpengaruh oleh
beberapa media yang mengatakan demikian. Saya dari dulu memang suka menonton
tayangan dokumenter tentang luar angkasa apalagi documenter milik National
Geographic, dalam tayangan tersebut mengatakan bahwa bintang itu besar dan
diperjelas dengan menambahkan ukurannya yang membuat saya lebih yakin.
Sedangkan, mataku berpendapat bahwa yang kulihat sebenarnya bintang itu kecil
yang bercahaya.
Keyakinan selalu meletakan anggapan bahwa setiap keputusan yang disertai
dengan prinsip itu benar terhadap obyek atau melihat sebuah kebiasaan
(realita), dan yakin tersebut bersifat kurang permanen sehingga dapat menjadi
sebuah keraguan. Jadi, setiap yang kita pandang itu belum tentu dapat dijangkau
oleh pikiran. Oleh sebab inilah Tuhan menciptakan sifat keraguan.
No comments:
Post a Comment