Tuhan
dan agama diyakini mampu memberi tuntutan. Ajaran agama mengajak orang
untuk tidak menghakimi orang lain, peduli kepada orang lain, dan tidak
membunuh dan mencuri, walau tidak selalu dilakukan oleh yang memercayainya. Di
sisi lain, sains memberi banyak pencerahan, misalnya tentang alam
semesta, sebab penyakit, dan sebagainya. Pencerahan dalam sains membantu
manusia bersikap. Contoh, tak perlu mendiskriminasi dan menjauhi
penderita HIV/AIDS karena toh penyakit itu tak ditularkan dengan mudah
tanpa kontak darah. Sementara
itu, Tuhan dan agama diakui berpengaruh terhadap moralitas, bagaimana
dengan sains? Apakah memang benar bahwa selain mampu menguak banyak hal
di alam dan membantu kehidupan manusia, sains juga membuat manusia lebih
bermoral?
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal PLoS ONE, 6 Maret 2013
lalu, tim ilmuwan dari University of California Santa Barbara yang
dipimpin oleh C Ma-Kellams menyatakan bahwa keyakinan pada sains juga
memengaruhi moralitas.
Kesimpulan tersebut diambil setelah tim peneliti melakukan empat studi. Pada studi pertama, ilmuwan menyuguhkan sebuah skenario tentang pasangan, John dan Sally, yang berkencan dan terlibat seks non-konsensual, kepada sukarelawan yang terlibat studi. Ilmuwan meminta sukarelawan untuk menilai perbuatan John. Kemudian, ilmuwan menanyakan seberapa percaya sukarelawan terhadap sains. Keyakinan sukarelawan terhadap sains dinilai dari skala angka 1 hingga 7. Dalam studi kedua, ilmuwan meminta membaca skema dalam studi pertama dan memberi judgement lagi. Sementara dalam studi ketiga, ilmuwan menanyakan niat sukarelawan untuk mendonorkan darah, menyumbang, serta melakukan perbuatan sosial lainnya.
Kesimpulan tersebut diambil setelah tim peneliti melakukan empat studi. Pada studi pertama, ilmuwan menyuguhkan sebuah skenario tentang pasangan, John dan Sally, yang berkencan dan terlibat seks non-konsensual, kepada sukarelawan yang terlibat studi. Ilmuwan meminta sukarelawan untuk menilai perbuatan John. Kemudian, ilmuwan menanyakan seberapa percaya sukarelawan terhadap sains. Keyakinan sukarelawan terhadap sains dinilai dari skala angka 1 hingga 7. Dalam studi kedua, ilmuwan meminta membaca skema dalam studi pertama dan memberi judgement lagi. Sementara dalam studi ketiga, ilmuwan menanyakan niat sukarelawan untuk mendonorkan darah, menyumbang, serta melakukan perbuatan sosial lainnya.
Terakhir, dalam studi keempat, ilmuwan menyuguhkan sebuah
permainan ekonomi. Sukarelawan diberi uang 5 dollar AS dan diminta
membagi antara dirinya dengan orang lain. Dalam akhir permainan, uang
itu diberikan sebagai hadiah. Untuk
studi kedua hingga keempat, ilmuwan membagi sukarelawan dalam dua grup,
kontrol dan sains. Sebelum menjadi sukarelawan dalam studi itu, ilmuwan
"memengaruhi" pikiran masing-masing grup. Untuk grup sains, ilmuwan
memperkenalkan beberapa kata terkait sains, seperti laboratorium,
hipotesis, dan teori. Dalam
seluruh studi, terungkap bahwa jender tidak memberi pengaruh. Namun,
derajat keyakinan terhadap sains berkorelasi secara positif dengan
moralitas yang diukur berdasarkan parameter yang diujikan, seperti
judgement dan niat berbuat sosial. Terungkap bahwa bahkan hanya berpikir tentang sains saja mampu
memengaruhi moralitas dan tindakan seseorang. Di sini, dibuktikan bahwa
sains tidak hanya bisa memberi pengetahuan tetapi juga mampu memengaruhi
sikap seseorang. (IBA)
No comments:
Post a Comment