Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli, yang secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).[1]
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.[2]
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.[3]
Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Di Manakah Wilayah Kebenaran Ilmu Logika?
ORANG yang tidak memahami ilmu logika seringkali bicaranya “paling benar”. Tapi kalau ditanya, di mana letak wilayah kebenaran logika? Jawabannya macam-macam dan biasanya tidak ilmiah. Mereka merasa benar tetapi tidak menguasai ilmu tentang benar. Atas dasar itulah artikel ini dibuat agar kita tidak menjadi orang yang snob (sok benar).
Ada berapa kategori logika?
Ada dua kategori logika:
1.Logika awam atau logika spekulatif
Semua orang mempunyai logika ini, apapun latar belakang pendidikannya. Semua orang bisa berlogika walaupun tidak pernah kuliah di fakultas filsafat. Semua orang bisa berlogika walaupun tidak pernah membaca buku-buku tentang logika. Tetapi, logikanya bisa benar dan bisa salah. Dan terbukti banyak salahnya. Sebuah logika relatif.
2.Logika akademis atau logika ilmiah
Yaitu logika keilmuan atau ilmu logika. Yaitu ilmu logika yang disusun secara sistematis berdasarkan ruus-rumus/dalil-dalil/format-format ilmu logika yang sudah teruji kebenaannya sejak jaman Yunani sampai jaman yang akan datang. Sebuah logika absolut.
Di mana wilayah kebenaran logika?
Masalahnya, di manakah wilayah kebenaran logika? Kebenaran logika tidak harus ditentukan jumlah, tidak harus ditentukan mayoritas, tidak ditentukan lembaga, tidak ditentukan pejabat, tidak ditentukan subjektivitas.
Kebenaran logika tidak ditentukan oleh:
-Andaikata-Seumpama-Kira-kira-Mungkin-Kalau tidak salah-Dengan asumsi-Belum tentu-Subjektivitas-Dll yang bersifat apriori-negatif
Kebenaran logika bertumpu kepada
-Fakta/realita-Data-Objektivitas-Posibilitas dan probabilitas yang tinggi-Dll yang bersifat aposteriori positif
Contoh kalimat yang menyalahi logika
Sering kita mendengar orang berkata ” Siapapun pengganti SBY, tidak akan mampu menyelesaikan masalah”
Kalimat itu mengandung pengertian:
-Pengganti SBY PASTI tidak mampu mengatasi masalah.
Padahal dari sudut ilmu logika, posibilitas dan probabilitas pengganti SBY yang lebih berkualitas pasti ada. Masalahnya adalah, terpilih atau tidak terpilih.
-Jadi,kalimat tersebut merupakan kalimat apriori-negatif yang menegaskan semua posibilitas-probabilitas yang ada, padahal posibilitas-probabilitas pengganti SBY yang lebih berkualitas dan mampu mengatasi masalah, pastilah ada. Cuma, apakah merka mencalonkan atau tidak. Terpilih atau tidak. Kebenarannya adalah kebenaran logis. Sedangkan kebenaran faktual harus dilihat faktanya.
Contoh kalimat yang sesuai ilmu logika
Kalimat yang benar yaitu ” Belum tentu pengganti SBY mampu mengatasi masalah”.
Kata “belum tentu” jangan diartikan “tidak ada” pengganti SBY yang mampu mengatasi masalah. Tetapi harus dipakahmi sebagai bisa “ya” dan bisa “tidak”. Dengan demikian kalimat ini merupakan kalimat apriori-positif karena membuka adanya posibilitas-probabilitas “ya” ataupun “tidak”.
Kesimpulan
Jadi, wilayah kebenaran logika yaitu:
-Fakta/realita
-Teruji secara epistemologis
Catatan:
-Fakta benar bukan dalam arti faktanya bernilai “benar”, tetapi benar secara ilmu logika. Sebab, bisa jadi faktanya “salah”, bukan dalam arti bernilai “salah”,tetapi salah berdasarkan ilmu logika.
No comments:
Post a Comment