Bernyanyilah maka dirimu mulai paham
akan bayangan perasaanmu. Tanpa kode yang pasti, segala pengharapan memaksa
diri ini untuk meraih-NYA. Keheningan menjadi isyarat untuk merenung mendalam
bahwa aku hanyalah selembut butiran debu yang terbang tak karuan, jatuh
kemudian terbang lagi, jatuh lagi dan begitu seterusnya. Sebab nafas-MU lah aku
menjadi seperti ini. Aku sadar bahwa Engkau Maha Peka yang selalu memiliki
rencana begitu jernih yang Engkau titipkan kepada umatmu untuk ditafsirkan.
Sekali lagi Engkau selalu berhak. Aku tidak pernah meminta lebih kepada-MU.
Hanya satu yang aku pinta, lancarkanlah ceritaku. Ya.. cuma itu
Beberapa orang selalu mengira “jika Engkau mengabulkan sebagian kecil do’a,
karena dia pantas..” dan “jika Engkau enggan mengabulkan setiap do’a nya itu
karena dia belum pantas mendapatkan atau bahkan tidak pantas”. Namun ada satu
alasan mengapa Tuhan enggan mengabulkan setiap do’a, yaitu Tuhan hanya khawatir
kepada umat-NYA. Khawatir itu garis tipis antara tidak pantas dan belum pantas.
Sebab khawatir itu bahwa bukti semu bahwa Tuhan menyayangi manusia. Aku selalu
yakin Engkau tidak pernah berjanji, karena Engkau pasti.
“Tuhan, Sebenarnya aku tidak takut
gemuk” hanyalah lisan dari pikiranku setiap waktu. Jikalau Enggan mengabulkan coletehku,
aku hanya berpikir Tuhan hanyalah khawatir. Tuhan selalu menyaksikan tingkah
laku setiap waktu. Ia tahu bahwasannya cahaya lampu adalah kebutuhan, akan
tetapi jika cahayanya terlalu terang membuat mata anda terasa sakit. Begitulah
bunyi diksinya, agak rumit memang. Semua apa yang telah disaksikan-NYA menjadi
parameter antara keseharianku dengan pinta lisanku bisa juga menyebutnya do’a
ku atau pengharapan mengapa Tuhan enggan mengabulkan dan jika disimpulkan Tuhan
hanya khawatir jika aku gemuk dan kebiasaanku masih menjadi keseharianku, itu
akan memperburuk tubuh dan perilaku ini.
Kebiasaan yang seperti apa? Hanya aku
dan Tuhan yang tahu. Karena kebiasaan itu sudah tertanam dalam diri manusia dan
kemudian menjadi sifat. Menoleh dari kalimat sebelum kalimat ini, tiba-tiba
muncul sebuah pertanyaan “apakah kebiasaan mendasari sifat? Atau justru sifat
yang menimbulkan kebiasaan?. Huuhh penasaran ingin segera cari tahu.mungkin
orang Psikologi lebih paham kan hal ini. Itu sama seperti menjawab pertanyaan
lebih peka mana? mata atau telinga?. Berbicara tentang pendapat, artikel ini
bukanlah alibi tapi Just #i_think
No comments:
Post a Comment